BALIKPAPAN, Pamungkasnews.id – Sidang praperadilan terhadap Direktorat Reserce Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Timur (Kaltim) telah digelar di Pengadilan Negeri (PN), kota Balikpapan, Kaltim, Senin (13/06/2022).
Digelarnya sidang praperadilan ini setelah ditetapkanya H. Suhardi Hamka sebagai tersangka oleh Ditreskrimum Polda Kaltim atas dugaan penggelapan dalam jabatan di salah satu perusahaan pengembang properti di Kota Balikpapan.
Melalui Kuasa hukum tersangka, Muhammad Zakir, SH, menjelaskan praperadilan tersebut dilakukan terkait dengan penetapan tersangka terhadap kliennya oleh Ditreskrimum Polda Kaltim.
Pihaknya menilai penetapan kliennya sebagai tersangka atas dugaan penggelapan keuangan perusahaan tersebut, diduga cacat hukum. Pasalnya perkara tersebut sudah dianggap selesai melalui Rapat Umum Pemilik Saham (RUPS) yang dilaksanakan beberapa tahun lalu.
“Penetapan tersangka ini diduga cacat hukum. Karena proses hukum tersebut sebenarnya sudah dilakukan secara berulang-ulang, dan kasus ini bermula sejak tahun 2017 yang lalu,” ujar Muhammad Zakir Rasyidin SH, saat ditemui wartawan usai mengikuti sidang di Pengadilan Negeri.
Untuk diketahui, sebelumnya keduanya adalah mitra kerja dengan membangun sebuah perusahaan secara bersama- sama yang bergerak dibidang pengembang properti di kota Balikpapan, yang mana klienya tersebut selaku selaku Direktur Operasional dan mitranya tersebut menjabat sebagai Direktur Utama.
Namun dalam menjalankan usaha tersebut tidak berjalan mulus, puncak dari semua persoalan tersebut dimulai pada tahun 2017, dan yang menjadi pemicu persoalan tersebut adanya dugaan penyalahgunaan keuangan perusahaan.
Muhammad Zakir mengatakan bahwa permasalahan klienya tersebut telah diselesaikan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada tahun 2016 lalu, namun salah satu pemegang saham ada yang keberatan dan melapor ke Polda Kaltim.
“….Ya ada salah satu pemegang saham yang keberatan dan melaporkan ke Polda Kaltim pada tahun 2017.” kata Muhammad Zakir.
“Dari hasil laporan tersebut Polda Kaltim (Ditreskrimum) menerbitkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang inti adalah menghentikan penyelidikan perkara karena dianggap perkara tersebut bukan pidana karena sudah tuntas dibahas dalam RUPS,
”lanjutnya.
Muhammad Zakir mengungkapkan Perkara ini seharusnya sudah selesai, akan tetapi pelapornya melaporkan kembali pada tahun 2019. Sampai pada akhirnya kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
“Adanya penetapan tersangka ini, kami duga tidak berdasarkan hukum yang ada, atau berdasarkan hukum acara pidana, jadi kami menyampaikan permohonan gelar perkara khusus di Bareskrim Mabes Polri pada 2020 lalu,” ungkapnya.
Kuasa Hukum tersangka menyebutkan, dari hasil gelar perkara tersebut, Bareskrim Mabes Polri merekomendasikan kepada Ditreskrimum Polda Kaltim untuk menghentikan penyidikan perkara atau SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
“Akhirnya perkara itu dihentikan karena dua alasan. Pertama, perkara itu bukan pidana. Kedua, perkara itu bisa dibuka lagi apabila ada putusan praperadilan terhadap penerbitan SP3″bebernya.
“Dua alasan itu tidak dijalankan, yang ada pelapornya melaporkan kembali pada tahun 2021 atas perkara yang sama. Dan klien kami ditetapkan kembali menjadi tersangka, jadi pelaporan terhadap klien kami ini sudah tiga kali”, ujar Muhammad Zakir.
“Jadi permohonan praperadilan ini sebenarnya bukan ingin menunjukan bahwa kami yang benar. Atau bukan pelapor yang salah atau Polda Kaltim yang salah, tidak demikian. Kami hanya ingin mendudukkan bahwa peristiwa hukum ini harus di proses sesuai dengan rambu-rambu yang sudah ada”, lanjut Zakir.
Dirinya juga menyampaikan, bahwa proses hukum harus berdasarkan aturan main yang sudah ditetapkan, karena keadilan warga negara harus dikedepankan.
“Kalau sudah bicara keadilan itu harga mati. Penegakan hukum harus mengedapankan rasa keadilan bagi masyarakat”,serunya.
Dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Balikpapan hari ini, juga menghadirkan saksi ahli dari Universitas Sriwijaya Palembang.
“Dalam sidang saksi ahli sudah menyampaikan, bahwa yang namanya penegakan hukum harus memberikan kepastian hukum. Artinya, kalau laporan ini sudah pernah dihentikan, jangan dilaporkan terus. Nanti tidak ada kepastian hukum. Lebih baik kita dudukkan persoalan ini secara proporsional, kalau ada pidananya lanjutkan. Kalau perintahnya tidak ada pidana ya jangan dilanjutkan. Kan begitu, sederhana saja kita menilai perkara ini”, katanya.
Muhammad Zakir juga menambahkan, bahwa dalam gelar sidang tersebut, saksi ahli telah memberikan penjelasan secara detail terkait proses hukum terhadap kliennya.
“Tadi juga sudah dijelaskan semua tentang bagaimana proses pelaporan polisi itu, bagaimana proses penetapan tersangka. Apakah penetapan tersangka dapat dilakukan terhadap perkara yang sudah pernah dihentikan, saksi ahli sudah menjelaskan semuanya, bahwa itu tidak boleh”, ujarnya.
“Artinya perkara yang sudah dihentikan, lalu kemudian dilaporkan kembali dan ditetapkan terlapor itu menjadi tersangka, saksi ahli mengatakan, penetapan tersangkanya tidak sah”, tandasnya.
Reporter : Ags