Balikpapan, Pamungkasnews.id – Kawasan Teluk dan pesisir kota Balikpapan kini kian mengkhawatirkan, pasalnya dengan dalih pengembangan proyek pembangunan industri menjadi alasan untuk membabat hutan mangrove.
Seperti pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel di Kawasan Industri Kariangau (KIK) Kelurahan Kariangau Balikpapan Barat, kota Balikpapan. Diduga adanya pembabatan Hutan Mangroove untuk perluasan area proyek smelter nikel tersebut.
Pengerusakan lingkungan tersebut pun di duga dilakukan oleh PT. Mitra Murni Perkasa (MMP) yang membabat hutan mangroove di wilayah Teluk Balikpapan tepatnya berada di area Sungai Tempadung, Kelurahan Kariangau, Kecamatan Balikpapan Barat.
Koordinator Lembaga Swadaya Masyrakat Pojka Pesisir dan Nelayan, Husen Suwarno memaparkan berdasarkan kajian empiris di lapangan bahwa pengrusakan lingkungan tersebut berlangsung dari 24 Desember 2021 lalu hingga Maret 2022. Dirinya pun menduga bahwa aktivitas tersebut belum mengantongi analisis dampak lingkungan (Amdal).
“Kalau melihat peruntukan ruangnya itu memang masuk KIK berdasarkan Perda Tata Ruang RT/RW 2021-2032 itu kawasan masuk untuk perluasan KIK”kata Husen Suwarno kepada media Minggu (27/03/2022),siang
“Persoalannya adalah kawasan tersebut masih hutan sebelum dibuka, dan ketika akan dibuka kawasan tersebut diwajibkan siapapun yang beraktivitas harus membuat Amdal baru nanti keluar izin lingkungannya kan begitu mas,”jelasnya.
Dalam kesempatan ini Husen pun menjelaskan aktivitas pendorongan sekaligus penimbunan vegetasi mangrove seluas 10 Hektar diareal titik koordinat S 01.11214, E 116.74819 dan sekitarnya.
Selain itu Husen juga menjelaskan aktivitas pengerukan bagian hulu anak Sungai Tempadung sepanjang 70 Meter dengan lebar sungai sebesar 30 Meter yang berada pada titik koordinat S 01.11205, E 116.74809 dan sekitarnya.
Terkait dengan pengupasan, Husen mengatakan penggalian dan pendorongan lahan beserta vegetasi mangrove diatasnya lahan seluas 20 Hektar yang berada pada titik koordinat S 01. 11318, E 116.74794 dan sekitarnya.
“Itu yang menjadi konsen kami, padahal itu kawasan Mangroove yang seharusnya dilindungi, ternyata Mangroov dihabisi oleh mereka untuk pembangunan Smelter nikel “jelasnya.
Lebih lanjut Husen memaparkan, Pada Januari 2022 pihak pemrakarsa baru membuat Kerangka Acuan (KA) Amdal, namun aktivitas pengrusakan hutan Mangroove tersebut sudah dilakukan sejak Desember 2021 lalu.
“Pembukaan di Bulan Desember dan Januari 2022 mereka baru menyusun KA Amdal ini baru kerangka belum disepakati atau belum disahkan dan belum dilakukan konsultasi publik. Tapi ternyata mereka sudah membuka lahan sudah cukup masif,”ungkapnya.
Terkait persoalan pembangunan Smelter, pihak Husen sendiri tidak mempersoalkan asal sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan, yang telah diatur Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan
“Karena memang kawasan itu sudah masuk KIK, tapi setidaknya ketika pihak perusahaan akan melakukan aktivitas, karena itu akan berdampak terhadap lingkungan hidup secara landscap seharusnya Amdal dan Izin lingkungan harus terbit dulu tidak sertamerta membuka walaupun izin prinsip atau konsesi mereka sudah dapat,”pintanya.
Berbagai dampak lingkungan yang terjadi akibat adanya pembukaan kawasan pesisir hutan mangrove tersebut, mulai dari sedimentasi akan bermuara ke sungai hingga laut, dan para nelayan pun akan dirugikan.
“Tentu hasil tangkapan nelayan berkurang, dampak aktivitas mereka, pasalnya wilayah tersebut merupakan wilayah favorit nelayan tradisional untuk tangkap ikan”tuturnya.
Berbagai Upaya telah dilakukan pihaknya, salah satunya membuat pengaduan secara resmi ke Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan seksi II Samarinda pada tanggal 07 Februari 2022. Setelah mendapat tanggapan, balai Gakkum mengarahkan pihaknya ke DLH Provinsi Kalimantan Timur.
“Namun disarankan untuk melaporkan kasus ini ke DLH Provinsi karena yang mempunyai kewenangan perizinan Amdal dan Izin Lingkungan Propinsi yang mengeluarkan. Kamipun membuat ulang laporan kasus ini pada tanggal 2 Maret 2022, dan saat masih dalam proses penanganan,”tegasnya.
Dia juga menyebut bahwa aktivitas perusakan lingkungan bukan hanya di satu titik saja. Oleh sebab itu dia mendesak DLH Balikpapan untuk melakukan tinjauan lokasi dan pengawasan.”Pemerintah terkait inikan lemah tidak ada monitoring di lapangan sampai ada pembukaan mangrove yang luas dan terjadi berkali-kali itukan otomatis DLH Kota Balikpapan maupun Provinsi itu lemah dalam pengawasan,”tegasnya.
Terkait hal ini, Husen berharap, pemerintah harus meningkatkan pengawasan lapangan untuk mengantisipasi adanya perusakan lingkungan, seperti yang terjadi saat ini, Terlebih lagi Balikpapan merupakan salah satu penyanggah Ibu Kota Negara.
“Harus dilakukan langkah-langkah konkret dan cepat melakukan peninjauan lapangan kalau memang terbukti mereka melanggar lingkungan hidup dan tindak sesuai peraturan yang ada,”tandasnya
Reporter : ags