Balikpapan, Pamungkasnews.id – Banyak kasus sengketa dan konflik pertanahan yang timbul di permukaan, hal ini disinyalir karena proses jual beli maupun peralihan aset tanah yang tidak sesuai prosedur, sehingga membuka celah adanya penyalahgunaan.
Seperti yang terjadi di wilayah Batakan, Sepinggan, samping Borneo Paradiso, sebuah lahan milik ahli waris Faridah dan Tandre Wali dengan luas kurang lebih 16.000 meter persegi, dengan bukti kepemilikan berupa Surat Segel tanah Tahun 1963, telah di gugat beberapa orang dengan ukuran yang berpariatif, mulai ukuran 10×15 sampai 20×20 meter persegi, sebanyak delapan bidang dengan bukti Sertifikat.
Saat ditemui Awak Media, Tandre Wali mengatakan, dirinya bersama saudara yang lainya adalah ahli waris , lahan tersebut merupakan peninggalan orang tua dirinya, dan sudah menduduki lahan tersebut sejak tahun 1963, hingga sekarang.
“Ya … Kami menempati lahan tersebut sejak tahun 1963 hingga sekarang”katanya, Kamis ( 21/10/2021) di Pengadilan Negri Balikpapan.
Tandre Wali menuturkan pada tahun 2013, dirinya di kagetkan dengan ada seseorang mengaku mempunyai sebidang tanah di lahan yang dirinya miliki dengan menunjukan bukti Sertifikat tanah.
“… Tiba – tiba pada Tahun 2013 ada seseorang mengaku mempunyai lahan di lahan saya, terus saya menanyakan bukti bahwa memilikin lahan di sini apa, terus orang tersebut menunjukan sertifikat berdasarkan Sertifikat Induk tanah no 27, dan orang tersebut membuat laporan ke Polisi di Polres”tuturnya
“Setelah di Kepolisian kami sama – sama menunjukan bukti, saya menghadirkan saksi, yakni mantan Lurah dan Kepala Kampung yang menandatangani Surat Segel tersebut dan mengetahui seluk beluk lahan tersebut”lanjutnya.
Perlu diketahui kasus ini telah ditangani oleh Pengadilan Negri, dan informasi dari pihak tergugat bahwa Sertifikat yang dimiliki penggugat bertolak belakang dengan fakta yang ada, awalnya sertifikat tersebut bernomor 27, kemudian hilang, muncul sertifikat duplikat dengan nomor yang berbeda.
Pihak Tandre Wali pernah menanyakan yang menjadi dasar keluar sertifikat tanah tersebut, terus beralasan sertifikat 27 tahun 1978 hilang kemudian muncul sertifikat duplikat dengan nomor berbeda.
“Saya menanyakan duplikat sertifikat ini atas dasar apa, pihaknya menjawab bahwa dasarnya sertifikat Induk no 27. Kemudian muncul sertifikat induk duplikat, namun nomor yang tertera berbeda, dan sertifikat ini sudah di pecah-pecah menjadi beberapa sertifikat,”bebernya
“Awal penggugat mengajukan gugatan Jalan Salewo, Balikpapan Utara sesuai dengan pormohonan pengukuran di Pertanahan, namun selalu di revisi dan sudah berapa kali revisi sertifikat tersebut”jelasnya
Pihak tergugat sangat menyayangkan bahwa Pengadilan selalu menunda kasus ini, menurut pihak tergugat Pangadilan menunda perkaran ini sudah lebih dari satu tahun.
” Pengadilan terus menunda kasus ini lebih dari satu tahun, pasalnya dari surat surat yang dimiliki penggugat dinilai dirinya sudah tidak tepat sasaran, kemudian penggugat tidak dapat menghadirkan saksi, sementara dari pihak saya sudah beberapa kali mendatangkan saksi termasuk mantan Lurah yang berwenang saat itu serta membuat pernyataan” jelasnya.
“Saya berharap kepada pengadilan, kasus ini agar cepat terselesaikan dan tidak ditunda- tunda lagi”pungkasnya.
Reporter : AGS