Pamungkasnews.id, Balikpapan – Kaum difabel atau penyandang disabilitas khususnya di Kota Balikpapan masih merasakan kesulitan dalam mengakses hak-hak mereka sebagai warga negara dalam berbagai sektor. Hal tersebut menjadi sebuah hambatan untuk ikut serta dalam berkarya di berbagai kesempatan.
Sehingga, diperlukan kolaborasi bersama pemerintah daerah maupun swasta untuk mengoptimalisasi pemenuhan hak-hak terhadap penyandang disabilitas, seperti peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan berbasis inklusi, penyediaan dan perluasan kesempatan kerja baik pada sektor formal maupun informal.
Dalam upaya tersebut, Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (Sigab) berupaya memberikan advokasi bagi penguatan hak-hak disabilitas dengan menggandeng Dinas Ketenakerjaan Kota Balikpapan.
Sigab ini mulai berdiri di Kota Balikpapan sejak 2022 lalu, dan merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bermitra dengan Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI) melalui program SOLIDER (Strengthening Social Inclusion for Diffability Equity and Rights).
Bahkan, Sigab sudah membentuk pilot project di 6 kelurahan di Kota Balikpapan. Diantaranya, Gunung Sari Ulu, Gunung Sari Ilir, Prapatan, Manggar, Manggar Baru dan Telaga Sari. Di mana menurut catatan Sigab, di 6 Kelurahan tersebut terdapat 334 kaum difabel. Strategi itu untuk mendorong kelurahan menjadi inklusif.
Sigap ini juga membentuk Kelompok Difabel Kelurahan (KDK) di 6 Kelurahan tersebut. Tujuannya untuk dapat mengakses pelatihan dan peluang-peluang kerja melalui pengoptimalan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di bidang ketenagakerjaan.
Program Officier Program SOLIDER, Ninik mengatakan, KDK ini juga sebagai tempat untuk mengeksplorasi berbagai inspirasi dari mereka, meningkatkan partisipasi, dan untuk mengupayakan terbitnya regulasi serta kebijakan terhadap penguatan hak-hak disabilitas di Kota Balikpapan kedepannya.
Nanik menuturkan, selama ini bagi kaum difabel masih banyak kendala untuk meraih cita-cita yang sama seperti non-difabel seperti halnya keterbatasan dalam meraih pekerjaan baik di pemerintah, BUMN maupun perusahaan swasta.
“Kesetaraan bagi kaum difabel masih sangat minim, sehingga untuk mengeksplorasikan karya yang dimiliki juga sangat terbatas,” ujar Nanik saat diskusi bersama sejumlah awak media di Sekretariat Sigab kaltim (Difamove) Gedung Parkir Klandasan, Rabu (11/9/2024).
Kendati, kata Nanik, sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menetapkan kuota minimal jumlah penyandang disabilitas yang harus dipekerjakan oleh perusahaan, yaitu 2 persen dari total karyawan untuk BUMN atau badan usaha milik pemerintah dan 1 persen dari total karyawan untuk perusahaan swasta hingga kini belum sepenuhnya berjalan.
Kendati demikian, Nanik menyebut, masih terdapat beberapa persoalan yang dihadapi oleh sebagian difabel yang hanya memiliki syarat kelulusan dari Sekolah Luar Biasa (SLB). Sedangkan, lanjut Nanik, mayoritas perusahan dapat mempekerjakan kaum difabel yang sudah memiliki sertifikat keahlian dibidangnya.
“Untuk membuka solusi itu, Sigap menggandeng Dinas Ketenagakerjaan dan perusahaan untuk mengadakan pelatihan berbasis kompetensi bagi kaum difabel,” terangnya.
Selain persoalan tenaga kerja, ketersediaan fasilitas pendidikan juga menjadi atensi, terutama SLB yang saat ini masih sangat minim.
Hal tersebut diungkapkan oleh Project Officer area Balikpapan Lily Handayani. Ia mengatakan, Kota Balikpapan yang saat ini sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) hanya ada satu SLB Negeri dan tiga SLB Swasta.
Sehingga bagi kaum difabel yang masih banyak memiliki keluarga dengan keterbatasan ekonomi masih lebih memilih menyekolahkan anaknya di SLB Negeri.
“Karena keterbatasan daya tampung SLB Negeri, keluarga difabel ini juga banyak yang putus sekolah. Hal tersebut hampir terjadi setiap tahun,” ujar Lily.
Reporter : Fz