PAMUNGKASNEWS.ID, BALIKPAPAN – Sektor pendidikan merupakan permasalahan klasik yang dihadapi Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan setiap tahunya. Untuk mengatasi hal tersebut Pemkot Balikpapan mengambil langkah dengan membangun beberapa gedung sekolah baru.
Salah satunya pembangunan gedung SMPN 25, di Kampung Atas Air, RT 10 Jalan Sepaku, Kelurahan Baru Ulu, kecamatan Balikpapan Barat. Kota Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).
Namun dalam proses pembangunan gedung sekolah SMPN 25 tersebut tidak berjalan mulus, pasalnya status lahan tempat dibangunnya gedung sekolah tersebut di klaim milik warga.
Berbagai mediasipun telah dilakukan, namun hingga kini belum menemukan kejelasan terkait lahan yang diklaim warga tersebut.
Dan kini Pemkot Balikpapan melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdik) Kota Balikpapan, mengaku, setelah melakukan verifikasi, menunjukan bahwa hasil sementara bahwa posisi lahan yang diklaim warga tersebut berada di luar kawasan pembangunan SMPN 25.
Hal inipun dibantah oleh Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan Rahmatia.
“Memang ada satu orang dari sekian banyak pelapor berada di luar kawasan lahan SMP 25 tetapi untuk kesebelas orang lahannya berada di area pembangunan SMP 25,” ucap Rahmatia kepada awak media, Selasa (18/10/2022).
Rahmatia menyampaikan, jika tidak mempunyai legalitas lahan mana mungkin sebelas pemilik lahan mengadu dan melapor ke Komisi IV DPRD Balikpapan untuk meminta kejelasan ganti rugi lahan SMP 25 .
“Tidak mungkin sebelas pemilik lahan mengada-ada, trus ada segelnya. Apakah sebelas orang ini gila melapor ke DPRD minta solusi,” ujarnya.
Untuk tindak lanjutnya, Komisi IV DPRD Balikpapan telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait tetapi hingga saat ini belum ada kejelasan permasalahan ini.
“Saya menginginkan pemilik lahan dan OPD terkait duduk bareng, berembuk membicarakan permasalahan ganti rugi ini,” pintanya.
Dalam kesempatan ini, Rahmatia kerap kali mempertanyakan kelanjutan permasalahan ini, terakhir pihak warga mencari solusi dengan melakukan pertemuan di Kelurahan. Akan tetapi ketika ditindaklanjuti ke Kelurahan, pihak Kelurahan hanya bisa memfasilitasi perseorangan.
“Pihak Kelurahan, LPM sebenarnya paling berperan dalam permasalahan ini sehingga terkesan berpura-pura tidak mengetahui masalah warganya,” ucapnya.
Rahmatia katakan selama ini sebelas warga juga membayar PBB tiap tahunnya. Dirinya juga melihat langsung keabsahan segel yang mereka miliki dan memang harus mendapat ganti rugi dari pemerintahan.
“Pemerintah memang tidak jelas, masyarakat terkesan dipingpong sana sini, hingga saat ini warga tidak pernah dipanggil. Ada info disuruh ke Kelurahan tetapi pihak kelurahan tidak bisa memfasilitasi. Ini hak mereka jika tidak diganti berarti menzolimi warga “tandasnya.
Reporter : Ags