PAMUNGKASBEWS.ID, BALIKPAPAN – Merespon aduan karyawan PT Sukanda Djaya terkait dengan upah lembur, pemutusan kontrak kerja secara sepihak, uang transportasi dan biaya perjalanan ke luar kota yang tidak layak, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke perusahaan tersebut pada Selasa, 27/9/2022.
Sidak dipimpin langsung Wakil Ketua Komisi IV Ardiansyah dan didampingi anggota yakni Parlindungan, Suryani, Rahmatia, Yohanis Patiung dan Sandi Ardian serta dihadiri Dinas Ketenagakerjaan Kota Balikpapan, BPJS Kesehatan, Staf Kelurahan Sepinggan, Staf Kecamatan Balikpapan Timur dan Satpol PP.
Sempat terjadi kesalahpahaman di awal Sidak, antara Komisi IV dengan salah satu HO perusahaan Sukanda Djaya yang berkantor pusat di Jakarta yang dilakukan secara online/daring.
Saling ngotot pun terjadi di awal pembahasan terkait Sidak yang dilakukan Komisi IV ke Kantor Cabang PT. Sukanda Djaya yang berlokasi di Perumahan Paradiso, Sepinggan, Balikpapan Selatan.
Salah satu staf perusahaan di kantor pusat itu menyampaikan jika kedatangan para wakil rakyat ke kantor cabang perusahaan es krim itu tidak melalui surat pemberitahuan secara resmi.
Sedangkan dari pihak Komisi IV juga menegaskan jika kunjungannya ke perusahaan tersebut merupakan Sidak, tanpa harus melalui surat pemberitahuan.
Sidak yang dilakukan Komisi IV ini bukan tanpa alasan, mereka datang untuk mengetahui kebenaran secara dadakan terkait aduan beberapa karyawan yang disampaikan secara tertulis kepada Komisi IV beberapa waktu lalu.
Dalam surat yang disampaikan kepada Komisi IV, karyawan perusahaan es krim itu mengeluhkan ketidaknyamanan selama bekerja di perusahaan tersebut.
Keluhan tersebut meliputi waktu jam kerja yang melewati batas waktu atau overtime, namun tidak ada upah lembur dari pihak perusahaan khususnya driver maupun helper. Bahkan, hal tersebut terjadi hampir setiap hari.
Selain itu, uang makan juga menjadi keluhan driver. Untuk keluar kota uang saku/jalan dengan tujuan Kota Samarinda hanya sebesar RP 30 ribu rupiah. Uang saku tersebut dianggap tidak layak oleh mereka yang waktu kerjanya di mulai pukul 08.00 Wita hingga pukul 19.00 Wita.
Kemudian, uang saku untuk perjalanan ke Kota Bontang selama 3 hari hanya sebesar 130 ribu rupiah. Ke Berau 540 ribu rupiah selama 4 hari, ke Grogot (Kabupaten Paser) sebesar 40 ribu rupiah selama 1 hari.
Selama keluar kota, pihak perusahaan juga tidak menyiapkan biaya untuk penginapan. Driver hanya mengandalkan uang makan dan memilih tidur di dalam mobil.
Selanjutnya, keluhan driver terhadap alat transportasi yang sudah tidak layak operasi, namun tetap dipaksakan untuk beroperasi. Mulai dari ban gundul, overload muatan, klakson tidak ada, rem angin hanya ada sebagian dari beberapa unit mobil yang ada.
Kemudian, keluhan lainnya adalah terkait perjalanan ke Kota Bontang pada hari Kamis malam, driver ini merasa bekerja super ekstra. Walaupun di siang harinya bekerja penuh, pada malam harinya langsung berangkat menuju Kota Bontang dan tidak diberikan uang lembur.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Balikpapan Ardiansyah mengatakan pihaknya melakukan Sidak ke PT Sukanda Djaya untuk menindak lanjuti aduan dari beberapa karyawan yang disampaikan ke DPRD Balikpapan beberapa waktu lalu.
“Ada beberapa aduan dari karyawan PT Sukanda Djaya ke DPRD, mulai dari perjanjian kontrak kerja karyawan yang belum di laporkan ke Dinas Ketenagakerjaan, kerja overtime atau upah lembur tidak ada, masalah BPJS, hingga uang perjalanan ke luar kota yang tidak layak”, tutur Ardiansyah kepada media ini usai melaksanakan Sidak di lokasi PT Sukanda Djaya.
Ardiansyah menjelaskan, Sidak tersebut belum membuahkan hasil dikarenakan staf yang berkompeten ada di Jakarta. Mereka meminta untuk di undang secara resmi ke ruang Komisi IV untuk melakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat).
“Dari staf di Jakarta meminta RDP, untuk meyampaikan semua yang di adukan oleh beberapa karyawan ke Komisi IV. Karena di perusahaan ini di Balikpapan tidak ada Kepala Cabangnya, maka yang akan hadir dalam RDP nanti adalah dari pihak manajeman kantor pusat yang akan didampingi oleh manajeman Kantor Cabang”,terang Ardiansyah.
Menurut Ardiansyah, pihaknya tidak menginginkan ada perusahaan seperti PT Sukanda Djaya yang dianggap kurang menghargai tugas DPRD dalam melaksanakan Sidak. Dengan berbagai alasan mempertanyakan surat pemberitahuan resmi.
“Yang namanya Sidak itu tidak perlu melakukan pemberitahuan, karena ingin tahu kebenarannya secara dadakan, apalagi aduan dari masyarakat. Kalau pakai surat, bukan Sidak namanya, tapi kunjungan kerja. Namun dari pihak staf di Jakarta rupanya belum memahami terkait dengan Sidak”, ungkapnya.
Ardiansyah menegaskan, terkait aduan karyawan tersebut, pihaknya akan memanggil pihak manajeman di kantor cabang Balikpapan maupun yang di pusat untuk menggelar RDP.
“Dalam RDP nanti, kita akan pertanyakan semua yang menjadi aduan karyawannya. Mulai dari perjanjian kontrak kerja, pesangon, semuanya akan kita pertanyakan”, jelasnya.
Sementara anggota Komisi IV Parlindungan menjelaskan, Sidak tersebut hanya ingin memastikan kebenaran dari aduan yang disampaikan oleh Karyawan PT Sukanda Djaya kepada Komisi IV.
“Sebenarnya simple saja, pihak manajeman cukup menjawab dengan memperlihatkan fakta yang sebenarnya jika memang yang disampaikan karyawan kepada dewan tidak benar. Tapi ini yang terjadi justru mereka ngotot mempertanyakan surat resmi Sidak yang kita lakukan, bukan menjawab pertanyaan yang kita minta”, ujarnya.
“Aduan karyawan yang disampaikan ke dewan terkait waktu kerja overtime, karyawan yang mengadu ini kerjanya dari jam.08.00 hingga jam 16.00 wita. Kemudian malamnya lagi langsung berangkat ke luar daerah dan tidak diberikan uang overtime. Kemudian karyawan ini juga tidak dilindungi oleh perjanjian kontrak kerja dari Disnaker”, kata Parlindungan lebih lanjut.
Parlindungan menerangkan, perusahaan es krim ini dalam melakukan perekrutan tenaga kerja dengan sistem percobaan selama tiga bulan, setelah tiga bulan di perpanjang selama tiga bulan lagi, setelah itu diperpanjang selama enam bulan.
“Seharusnya setelah 6 bulan itu karyawan jadi permanen, tapi menurut informasi dari karyawan setelah 6 bulan mereka di habiskan atau diputus. Kemudian pihak perusahaan merekrut karyawan yang baru lagi, selalu ada rekrutmen karyawan baru. Itu namanya memanipulasi sistem, inilah yang akan kita coba benahi bersama”, ungkapnya.
Menurut Parlindungan, Sidak tersebut merupakan bentuk kroscek untuk sama-sama melakukan pembenahan supaya tidak perlu lagi berlanjut ke RDP.
“Kalau sudah RDP secara keseluruhan akan kita buka seluruh legalitas dan kegiatannya selama beroperasi di perusahaan es krim ini, termasuk pajak akan kita buka nanti”, terangnya.
Pada intinya, kata Parlindungan, dalam Sidak ini belum ada kesimpulan. Karena tidak ada yang bisa ditunjukkan oleh pihak perusahaan terkait aduan karyawan, kecuali hanya kepesertaan BPJS Kesehatan dari 72 karyawan terdapat dua karyawan yang belum terdaftar sebagai peserta.
“Untuk aduan yang lainnya yang di sampaikan ke dewan belum bisa ditunjukkan oleh pihak perusahaan. Jadi, nanti akan ketahuan kalau sudah RDP”, pungkasnya.
Ditempat yang sama, salah satu mantan karyawan PT Sukanda Djaya, Rahmandani, menyampaikan bahwa dirinya yang bekerja selama 6 tahun di perusahaan tersebut diberhentikan secara pihak tanpa alasan yang jelas dan tanpa diberikan pesangon.
“Di perusahaan ini selalu merekrut orang-orang baru, tapi yang sudah lama bekerja di putus secara sepihak. Apalagi kita disini orang pribumi”, ucapnya saat dijumpai media ini.
Ramandani mengungkapkan, selama dirinya bekerja di perusahaan tersebut mengeluhkan sistem jam kerja yang melewati dari 8 jam namun tidak diberikan uang lembur.
“Tidak ada uang lemburan, uang makan perjalanan ke luar kota cuma 30 ribu. Contohnya, kalau ke Samarinda normalnya 4 kali dalam seminggu, uang makan hanya 30 ribu sekali ke Samarinda. Pesangon saya juga tida ada diberikan”, ungkap Ramandani.
Reporter : Ags/FZ